Pagi itu cerah sekali. Aku bangun dengan tubuh dan perasaan yang benar-benar fresh. Hari ini hari Sabtu, berarti aku libur dari pekerjaanku sebagai seorang sekretaris direksi sebuah dealer mobil mewah di kawasan S, Jakarta. Hari ini aku rencananya akan menghabiskan weekend di rumah sahabatku, V di kota B. Oh ya, namaku *****, teman-teman biasa memanggilku Celyn, umurku saat ini menginjak kepala 3, tapi aku belum menikah karena masih menikmati hidup tanpa ikatan, tapi bukan berarti aku tidak punya pacar. Pacarku namanya Josh, di kerja di perusahaan trading. Kami sudah menjalin hubungan selama satu setengah tahun.
Kok jadi ngomongin diriku ya? (narsis bgt ya?). Anyway, aku segera bangun untuk bersiap-siap. Aku segera menuju kamar mandi. Seperti biasa, aku langsung melepas piyamaku. Setelah tidak ada sehelai benangpun di tubuhku, akupun mulai menggosok gigi. Sambil menggosok gigi, kuperhatikan tubuhku dicermin yang ada dihadapanku. Tubuhku memang montok, apalagi di bagian pinggul karena aku hampir tidak ada waktu untuk fitness, tapi toh aku tidak perduli, aku bahagia dengan tubuhku ini. Sambil menyikat gigi ku pegang buah dadaku, yang menurutku biasa saja, tapi tidak menurut teman-temanku. Menurut mereka buah dadaku seperti mau tumpah, mungkin karena aku selalu memakai bra yang tidak menutupi semua buah dadaku. Aku terus meraba buah dadaku sambil terus menyikat gigi, rasanya geli…lama-lama aku justru lebih fokus pada remasan tanganku daripada menyikat gigiku. Akhirnya aku tersadar…kuputuskan menghentikan kegiatan menyenangkan diriku itu lalu bergegas bersiap-siap.
Setelah memasukkan barang ke H…. J…ku (nanti dikira dapet sponsor), aku segera melaju ke arah tol menuju B. Sebelum berangkat aku sempat meminta alamat V, dan dia segera mengirim SMS alamat lengkapnya. Bukan sekali ini aku ke kota B, tapi Baru dua minggu yang lalu Vina pindah rumah ke daerah CL, dan aku tidak tahu sama sekali dimana itu. Aku pikir toh nanti bisa tanya sama orang di jalan.
Sesampainya di B, aku mulai mengikuti petunjuk SMS V untuk menuju ke rumahnya, tapi…jalanan di kota B ini sangat membingungkan. Setelah berputar-putar aku memutuskan untuk bertanya. Di depanku aku melihat kerumunan anak SMP yang baru pulang sekolah, aku lalu meminggirkan mobilku untuk bertanya pada salah satu dari antara mereka.
“Permisi dik, mau tanya alamat ini”, sambil kutunjukkan isi SMS dari V.
“Oooh…dari sini lurus terus nanti ada toko CK, tante belok kiri terus belok kanan, nanti belok kanan lagi, terus ambil kiri, terus ada tanjakan belok ke kanan. Naik terus nanti tanya aja lagi sama orang disitu”, dia memberikan penjelasan panjang lebar.
Diberi penjelasan seperti itu aku langsung kebingungan, tanpa pikir panjang aku langsung minta tolong padanya.
“Aduh, tante bingung nih! Kamu bisa anterin aja ga? Nanti tante kasih ongkos pulang” kataku.
Dia seperti kebingungan.
Aku pun berkata, “Tenang ga akan diculik kok”, kataku sambil tersenyum.
Dia makin kelihatan kebingungan.
“Kalo kamu takut, ajak saja temen kamu”, aku meyakinkannya, karena aku sudah pusing mencari alamat V.
“Permisi dik, mau tanya alamat ini”, sambil kutunjukkan isi SMS dari V.
“Oooh…dari sini lurus terus nanti ada toko CK, tante belok kiri terus belok kanan, nanti belok kanan lagi, terus ambil kiri, terus ada tanjakan belok ke kanan. Naik terus nanti tanya aja lagi sama orang disitu”, dia memberikan penjelasan panjang lebar.
Diberi penjelasan seperti itu aku langsung kebingungan, tanpa pikir panjang aku langsung minta tolong padanya.
“Aduh, tante bingung nih! Kamu bisa anterin aja ga? Nanti tante kasih ongkos pulang” kataku.
Dia seperti kebingungan.
Aku pun berkata, “Tenang ga akan diculik kok”, kataku sambil tersenyum.
Dia makin kelihatan kebingungan.
“Kalo kamu takut, ajak saja temen kamu”, aku meyakinkannya, karena aku sudah pusing mencari alamat V.
Akhirnya dia setuju dengan syarat boleh mengjak temannya dan diberi ongkos pulang.
Dia pun mengajak dua orang temannya. Aku menyuruh salah satu dari mereka untuk duduk di depan sebagai penunjuk jalan, lagipula aku tidak mau dikira sepagai sopir antar jemput anak sekolahan
Dia pun mengajak dua orang temannya. Aku menyuruh salah satu dari mereka untuk duduk di depan sebagai penunjuk jalan, lagipula aku tidak mau dikira sepagai sopir antar jemput anak sekolahan
Didalam mobil aku berkenalan dengan mereka. Yang duduk didepan bernama Fariz, sedangkan dua temannya yang duduk dibelakang bernama Dharma dan Aziz. Dari obrolan kami ku ketahui mereka baru kelas 2 SMP.
Selama perjalanan kuperhatikan mereka semua mencuri-curi pandang tubuhku. Saat itu aku mengenakan tank top biru muda dan hot pants. Yang paling kuperhatikan tentu saja Fariz karena dia duduk didepan. Setiap kali kuperhatikan dia langsung membuang muka, karena takut ketahuan olehku. Umur-umur segitu anak cowok memang memiliki fantasi seks yang luar biasa. Fariz terus saja mencuri pandang buah dadaku yang “luber”. Akhirnya kuputuskan kubiarkan saja mereka melihat payudaraku, kupikir sebagai bahan masturasi mereka nanti…
Selama perjalanan kuperhatikan mereka semua mencuri-curi pandang tubuhku. Saat itu aku mengenakan tank top biru muda dan hot pants. Yang paling kuperhatikan tentu saja Fariz karena dia duduk didepan. Setiap kali kuperhatikan dia langsung membuang muka, karena takut ketahuan olehku. Umur-umur segitu anak cowok memang memiliki fantasi seks yang luar biasa. Fariz terus saja mencuri pandang buah dadaku yang “luber”. Akhirnya kuputuskan kubiarkan saja mereka melihat payudaraku, kupikir sebagai bahan masturasi mereka nanti…
Akhirnya sampai juga kami di rumah V.
Vina langsung menyambutku, tapi dengan tatapan heran.
“Siapa itu Cel?”, tanyanya.
“Oh..mereka guide”, kataku sambil tersenyum pada mereka.
“Masuk dulu yuk!”, ajakku pada mereka. “Ga buru-buru kan?”, tanyaku lagi.
Akupun mengambil tas kecilku. Aku dan Vina masuk mendahului mereka.
Vina langsung menyambutku, tapi dengan tatapan heran.
“Siapa itu Cel?”, tanyanya.
“Oh..mereka guide”, kataku sambil tersenyum pada mereka.
“Masuk dulu yuk!”, ajakku pada mereka. “Ga buru-buru kan?”, tanyaku lagi.
Akupun mengambil tas kecilku. Aku dan Vina masuk mendahului mereka.
Rumah V –menurutku sih villa, bukan rumah- berada didaerah yang elite, sehingga jarak antar tetangga tidak terlalu dekat.
Vina juga hidup sendiri, sama seperti aku. Dia editor sebuah majalah wanita.
Begitu masuk rumah, Vina langsung menunjukkan kamarku, “kamar lo di atas ya Lyn, yang itu tuh”, katanya sambil menunjukkan kamarku.
Kita ngobrol dibawah yuk, katanya kepada ketiga anak itu sambil turun menuju ruang tamu.
Aku pun menuju kamarku, ketika baru teringat bahwa aku lupa membawa tas yang berisi pakaian.
Aku pun memanggil Fariz, “Riz, bisa minta tolong ambilkan tas tante yang hitam di mobil?”.
Fariz tampak terkejut, “Bisa tante”.
“Tau cara bukanya kan?”, tanyaku lagi.
“Tau kok!”, jawabnya.
Akupun memberikan kunci mobilku kepadanya.
Vina juga hidup sendiri, sama seperti aku. Dia editor sebuah majalah wanita.
Begitu masuk rumah, Vina langsung menunjukkan kamarku, “kamar lo di atas ya Lyn, yang itu tuh”, katanya sambil menunjukkan kamarku.
Kita ngobrol dibawah yuk, katanya kepada ketiga anak itu sambil turun menuju ruang tamu.
Aku pun menuju kamarku, ketika baru teringat bahwa aku lupa membawa tas yang berisi pakaian.
Aku pun memanggil Fariz, “Riz, bisa minta tolong ambilkan tas tante yang hitam di mobil?”.
Fariz tampak terkejut, “Bisa tante”.
“Tau cara bukanya kan?”, tanyaku lagi.
“Tau kok!”, jawabnya.
Akupun memberikan kunci mobilku kepadanya.
Akupun menuju kamarku. Sesampainya di kamar, aku langsung menutup pintu dan menuju kamar mandi, aku sudah tidak tahan menahan pipis sejak di tol tadi.
Ketika aku baru mengeluarkan pipisku, tiba-tiba Fariz masuk.
Akupun terkejut. Sial, aku lupa mengunci pintu kamar dan lupa menutup pintu kamar mandi karena sudah tidak tahan.
Fariz tampak terkejut melihatku sedang duduk di toilet, “Ma..maaf tante, saya lupa mengetuk pintu”. Dia terpaku di depan pintu.
Cepat-cepat kubilang padanya, “Udah cepet masuk tutup pintunya, tar keliatan orang!”.
Masih kebingungan diapun masuk dan menutup pintu, matanya masih terpaku padaku.
“Lihat apa kamu?”, tanyaku menyadarkannya.
“Eh..ngga liat apa-apa tan”, katanya sambil membalikkan badan.
Setelah selesai akupun berkata padanya, “Maaf ya, tante lupa kunci pintu”.
“Ng…ga pa pa tan, saya keluar dulu”, katanya.
Busyet polos amat anak ini, pikirku. Tiba-tiba muncul niat isengku, melihatku pipis saja sudah kebingungan bagaimana kalo melihatku bugil?
“Riz, tante bisa minta tolong lagi ga?”, pertanyaanku menghentikan langkahnya.
“Bi..bisa tan”, rupanya dia masih shock.
“Tolong pijitin tante dong, tante pegel nih nyetir dari J”, tanyaku.
Rupanya permintaanku ini lebih mengagetkannya. Niat isengku semakin menjadi-jadi.
“Nanti tante tambahin deh ongkosnya”, tambahku lagi.
Rupanya kata-kataku yang terakhir ini membuat dia tersadar.
“Bo..boleh deh tan”, katanya.
Ketika aku baru mengeluarkan pipisku, tiba-tiba Fariz masuk.
Akupun terkejut. Sial, aku lupa mengunci pintu kamar dan lupa menutup pintu kamar mandi karena sudah tidak tahan.
Fariz tampak terkejut melihatku sedang duduk di toilet, “Ma..maaf tante, saya lupa mengetuk pintu”. Dia terpaku di depan pintu.
Cepat-cepat kubilang padanya, “Udah cepet masuk tutup pintunya, tar keliatan orang!”.
Masih kebingungan diapun masuk dan menutup pintu, matanya masih terpaku padaku.
“Lihat apa kamu?”, tanyaku menyadarkannya.
“Eh..ngga liat apa-apa tan”, katanya sambil membalikkan badan.
Setelah selesai akupun berkata padanya, “Maaf ya, tante lupa kunci pintu”.
“Ng…ga pa pa tan, saya keluar dulu”, katanya.
Busyet polos amat anak ini, pikirku. Tiba-tiba muncul niat isengku, melihatku pipis saja sudah kebingungan bagaimana kalo melihatku bugil?
“Riz, tante bisa minta tolong lagi ga?”, pertanyaanku menghentikan langkahnya.
“Bi..bisa tan”, rupanya dia masih shock.
“Tolong pijitin tante dong, tante pegel nih nyetir dari J”, tanyaku.
Rupanya permintaanku ini lebih mengagetkannya. Niat isengku semakin menjadi-jadi.
“Nanti tante tambahin deh ongkosnya”, tambahku lagi.
Rupanya kata-kataku yang terakhir ini membuat dia tersadar.
“Bo..boleh deh tan”, katanya.
Aku pun memanggil V untuk meminta lotion untuk membalur tubuhku.
“Mau ngapain lo?”, tanya Vina setengah berbisik kepadaku.
“Mau tau aja”, kataku kepadanya.
Vina yang merupakan petualang seks sejati langsung mengerti maksudku.
“Bisa aja lo cari variasi”, katanya lagi. “Bisa ikutan dong?”, tanyanya.
“Tuh masih ada dua lagi”, kataku sambil menunjuk Dharma dan Aziz.
“Wah cerita baru buat blog gue nih”, katanya bersemangat.
Diapun memberikan lotion kepadaku.
Akupun menutup pintu tanpa kukunci, toh tidak ada siapa-siapa selain kami berlima dirumah ini.
“Nih lotionnya”, kataku sambil menyerahkan lotion kepada Fariz.
Akupun menuju kamar mandi, lalu keluar lagi dengan hanya mengenakan handuk. Aku telah melepaskan semua pakaian dalamku. Perasaan ini mulai membuatku bergairah.
Fariz tampak terkejut melihatku, karena handuk yang kukenakan benar-benar hanya menutupi payudara dan kemaluanku saja.
Aku pun berbaring telungkup di tempat tidur dan menurunkan handukku sehingga hanya menutupi bagian pantatku.
“Mau ngapain lo?”, tanya Vina setengah berbisik kepadaku.
“Mau tau aja”, kataku kepadanya.
Vina yang merupakan petualang seks sejati langsung mengerti maksudku.
“Bisa aja lo cari variasi”, katanya lagi. “Bisa ikutan dong?”, tanyanya.
“Tuh masih ada dua lagi”, kataku sambil menunjuk Dharma dan Aziz.
“Wah cerita baru buat blog gue nih”, katanya bersemangat.
Diapun memberikan lotion kepadaku.
Akupun menutup pintu tanpa kukunci, toh tidak ada siapa-siapa selain kami berlima dirumah ini.
“Nih lotionnya”, kataku sambil menyerahkan lotion kepada Fariz.
Akupun menuju kamar mandi, lalu keluar lagi dengan hanya mengenakan handuk. Aku telah melepaskan semua pakaian dalamku. Perasaan ini mulai membuatku bergairah.
Fariz tampak terkejut melihatku, karena handuk yang kukenakan benar-benar hanya menutupi payudara dan kemaluanku saja.
Aku pun berbaring telungkup di tempat tidur dan menurunkan handukku sehingga hanya menutupi bagian pantatku.
“Ayo..tunggu apa lagi”, kataku kepada Fariz yang tampak tertegun melihat tubuhku yang hampir telanjang.
Diapun duduk disebelahku dan mulai menuang lotion ke atas punggungku. Fariz pun mulai memijitku.
Aku berusaha memulai pembicaraan untuk memecah kesunyian.
“Kamu sekarang kelas 2 SMP ya. Udah punya pacar?”, tanyaku.
“Be..belum tan”, jawabnya gugup.
“Kamu kok grogi gitu? Belum pernah mijit cewek ya?”, tanyaku jahil.
“Be..belum pernah tan”, jawabnya singkat.
Diapun duduk disebelahku dan mulai menuang lotion ke atas punggungku. Fariz pun mulai memijitku.
Aku berusaha memulai pembicaraan untuk memecah kesunyian.
“Kamu sekarang kelas 2 SMP ya. Udah punya pacar?”, tanyaku.
“Be..belum tan”, jawabnya gugup.
“Kamu kok grogi gitu? Belum pernah mijit cewek ya?”, tanyaku jahil.
“Be..belum pernah tan”, jawabnya singkat.
“Udah..kamu pijit kaki tante aja, soal pegal”.
Farizpun mulai memijit kakiku.
“Agak keatas sedikit Riz”, kataku sambil mengarahkan tangannya ke pahaku.
Dia tampak semakin gugup.
Pijatan didekat daerah kemaluanku membuatku secara tidak sadar melebarkan pahaku, menurutku Fariz dapat melihat bulu kemaluanku yang tidak terlalu lebat itu.
“Tapi kamu pernah masturbasi kan?”, kataku mulai memancing.
“Mmm….”, dia terdiam.
“Ga mungkinlah seumuran kamu belum pernah masturbasi”, kataku lagi.
“Pernah tan”, jawabnya pelan.
Kamipun terdiam.
Farizpun mulai memijit kakiku.
“Agak keatas sedikit Riz”, kataku sambil mengarahkan tangannya ke pahaku.
Dia tampak semakin gugup.
Pijatan didekat daerah kemaluanku membuatku secara tidak sadar melebarkan pahaku, menurutku Fariz dapat melihat bulu kemaluanku yang tidak terlalu lebat itu.
“Tapi kamu pernah masturbasi kan?”, kataku mulai memancing.
“Mmm….”, dia terdiam.
“Ga mungkinlah seumuran kamu belum pernah masturbasi”, kataku lagi.
“Pernah tan”, jawabnya pelan.
Kamipun terdiam.
“Agak keatas lagi Riz”.
Farizpun memijit dekat pantatku.
“Udah pernah ML?”, kataku makin tak tahan.
“Be..belum tan”.
Wah perjaka batinku. Aku pun menarik handuk yang menutupi pantatku sehingga kini aku benar-benar bugil.
Fariz benar-benar terkejut.
“Sekarang pijitin pantat tante aja, dari tante duduk nyetir terus”.
Farizpun mulai memijit pantatku yang montok bersih itu. Akupun makin lama makin melebarkan kedua pahaku.
“Riz…”.
“Iya tan”.
“Kamu mau pegang ‘itu’ tante?”, tanyaku nakal. “Pegang aja Riz, ga pa pa kok”, pancingku lagi.
Fariz memindahlan tangannya dari pantatku kea rah kemaluanku. Dia mulai memegang bulu kemaluanku. Nafsuku makin tidak tertahan.
“Gerakin tanganmu maju mundur Riz”, kataku mengarahkan.
Arizpun mulai menggerakkan tangannya di atas kemaluanku. Gesekan antara tangannya dan bulu kemaluannya makin membuat vaginaku basah. Akupun sedikit menunggingkan badanku untuk mempermudah tangan Fariz bermain di atas kemaluanku.
“Masukin jari tengah kamu Riz”, pintaku setengah memohon.
Farizpun mulai mengerti jalannya permainan ini. Dia mulai memasukkan jari tengahnya kedalan vaginaku sambil terus menggosok-gosoknya. Sentuhan tangannya sesekali menyentuh klitorisku, dan itu makin membuatku bernafsu.
Suaraku makin lama makin meracau karena keenakan.
“Iya Riz..yang itu. Gosok ‘itu’ tante Riz”.
“Yang mana tante?”, katanya polos.
Akupun tersadar, dia masih terlalu polos.
Farizpun memijit dekat pantatku.
“Udah pernah ML?”, kataku makin tak tahan.
“Be..belum tan”.
Wah perjaka batinku. Aku pun menarik handuk yang menutupi pantatku sehingga kini aku benar-benar bugil.
Fariz benar-benar terkejut.
“Sekarang pijitin pantat tante aja, dari tante duduk nyetir terus”.
Farizpun mulai memijit pantatku yang montok bersih itu. Akupun makin lama makin melebarkan kedua pahaku.
“Riz…”.
“Iya tan”.
“Kamu mau pegang ‘itu’ tante?”, tanyaku nakal. “Pegang aja Riz, ga pa pa kok”, pancingku lagi.
Fariz memindahlan tangannya dari pantatku kea rah kemaluanku. Dia mulai memegang bulu kemaluanku. Nafsuku makin tidak tertahan.
“Gerakin tanganmu maju mundur Riz”, kataku mengarahkan.
Arizpun mulai menggerakkan tangannya di atas kemaluanku. Gesekan antara tangannya dan bulu kemaluannya makin membuat vaginaku basah. Akupun sedikit menunggingkan badanku untuk mempermudah tangan Fariz bermain di atas kemaluanku.
“Masukin jari tengah kamu Riz”, pintaku setengah memohon.
Farizpun mulai mengerti jalannya permainan ini. Dia mulai memasukkan jari tengahnya kedalan vaginaku sambil terus menggosok-gosoknya. Sentuhan tangannya sesekali menyentuh klitorisku, dan itu makin membuatku bernafsu.
Suaraku makin lama makin meracau karena keenakan.
“Iya Riz..yang itu. Gosok ‘itu’ tante Riz”.
“Yang mana tante?”, katanya polos.
Akupun tersadar, dia masih terlalu polos.
Lalu aku membalikkan tubuhku, sehingga Fariz kini dapat melihat seluruh rubuhku yang telah bugil dengan leluasa.
“Kamu mau pegang payudara tante?”, tanyaku sambil memgang kedua tangannya dan mengarahkannya ke kedua payudaraku. Aku meremas tangannya sehingga tangannya itu meremas kedua buah dadaku.
Setelah meremas-remas buah dadaku, aku pun menarik kepala Fariz dan mengarahkannya ke dadaku. Diapun mulai menjilati putingku, mataku terpejam akupun makin mendesah tidak karuan.
“Kamu mau pegang payudara tante?”, tanyaku sambil memgang kedua tangannya dan mengarahkannya ke kedua payudaraku. Aku meremas tangannya sehingga tangannya itu meremas kedua buah dadaku.
Setelah meremas-remas buah dadaku, aku pun menarik kepala Fariz dan mengarahkannya ke dadaku. Diapun mulai menjilati putingku, mataku terpejam akupun makin mendesah tidak karuan.
“Oouuh…aaahh…euuhhh…”, aku mulai liar.
Tanganku tidak tinggal diam. Aku mulai meraba celana Fariz dan memegang kemaluannya yang aku yakin sudah tegang dari tadi. Tanganku menarik retsletingnya dan mengeluarkan kemaluannya. Tidak terlalu besar, hanya sedikit lebih panjang dari genggamanku, mungkin karena ia masih kelas 2 SMP. Tanganku mulai memainkan kejantannya, aku mulai mengocoknya.
Akhirnya aku berhenti. Akupun duduk dan mulai melucuti seragam Fariz. Kulihat badannya yang masih polos itu. Kemaluannya baru sedikit ditubuhi bulu-bulu halus. Aku menyuruhnya terlentang. Akupun mulai melakukan oral kepadanya dalam posisi berlutut.
“Hmmph...mmph…mmphh”, suara mulutku yang sedang mengulum batang kemaluannya sambil tanganku memainkan kedua bolanya.
“Aahhhh…ahhhh…enak tan”, Fariz berteriak keenakan.
Fariz merubah posisinya dari tidur menjadi duduk. Tangannya kini memainkan buah dadaku. Sesekali aku berhanti mengulum batang kejantanannya untuk menikmati remasan tangan Fariz. Tangan kiriku kini beralih memainkan klitorisku. Aku benar-benar menikmati semua ini.
Tiba-tiba Fariz berteriak,
“Aa..aa..aaahhhhh, geli banget tan. Aaahh..aaahh…aaahhh…ma..ma..mau kkkelluuaaarrr”, aku makin mempercepat mulutku dan makin menghisap kuat-kuat batang kejantannya.
Tidak berapa lama…..
Tiba-tiba Fariz berteriak,
“Aa..aa..aaahhhhh, geli banget tan. Aaahh..aaahh…aaahhh…ma..ma..mau kkkelluuaaarrr”, aku makin mempercepat mulutku dan makin menghisap kuat-kuat batang kejantannya.
Tidak berapa lama…..
“AAAAHHHHHHH…AAAHHHHHH…AAAAHHHHHH”, Fariz mengeluarkan cairan spermanya didalam mulutku. Aku sempat terkejut, karena banyak sekali cairan sperma yang dikeluarkan anak kelas 2 SMP ini. Tapi itu kupikir karena jarang sekali bermasturbasi.
Sperma yang telah dikeluar didalam mulutku ku keluarkan lagi ke atas batang kemaluannya, hanya untuk kuhisap lagi. Fariz terlihat begitu menikmati oral seks ini. Akhirnya kutelan semua sperma Fariz, dan kuhisap lagi kemaluannya untuk membersihakan sisa-sisa spermanya.
Sperma yang telah dikeluar didalam mulutku ku keluarkan lagi ke atas batang kemaluannya, hanya untuk kuhisap lagi. Fariz terlihat begitu menikmati oral seks ini. Akhirnya kutelan semua sperma Fariz, dan kuhisap lagi kemaluannya untuk membersihakan sisa-sisa spermanya.
“Enak Riz?”, tanyaku puas.
“Enak banget tante. Beda ya sama masturbasi”, jawabnya polos.
Aku hanya tertawa sambil menjawab, “ada yang lebih enak, mau?”.
“Enak banget tante. Beda ya sama masturbasi”, jawabnya polos.
Aku hanya tertawa sambil menjawab, “ada yang lebih enak, mau?”.
Akupun mulai mengulum kembali batang kejantanan Fariz yang telah terkulai. Aku sengaja melakukan oral terlebih dahulu kepada Fariz, supaya nanti saat permainan utama dia tidak cepat ‘keluar’. Pelan-pelan aku mulai menjilati kemaluannya. Posisi Fariz kini tiduran kembali dengan kedua kaki diangkat, sehingga kepalaku berada dikedua pahanya. Jilatanku mulai berubah menjadi kuluman. Semakin lama semakin cepat, akupun mulai memperkuat hisapanku pada kepala penisnya. Sesekali paha Fariz menjepit kepalaku menahan rasa geli di penisnya. Ketika penis fariz telah berdiri lagi aku menghentikan oralku.
“Eh..kenapa tante?”, tanyanya heran.
“Gantian dong, masa kamu aja yang enak?!”, kataku.
“Maksudnya?”.
“Gantian dong, masa kamu aja yang enak?!”, kataku.
“Maksudnya?”.
Akupun mulai berbaring dan menarik Fariz ke pelukanku. Akupun mulai menciumnya. Mula-mula dia seperti risih, tetapi permainan lidahku mulai mengajarinya untuk berciuman. Kami terus berpelukan sambil berciuman, sesekali penisnya menyentuh klitorisku dan ini membuatku makin menggila. Puas berciuman aku mengarahkan kepalanya ke bauah dadaku. Kini Fariz telah tahu apa yang harus dilakukan.
Nafsuku makin tak tertahan. Aku mengangkat kepala Fariz, “Riz, jilatin ‘itu’ tante”.
“Yang mana tante?”.
Nafsuku makin tak tertahan. Aku mengangkat kepala Fariz, “Riz, jilatin ‘itu’ tante”.
“Yang mana tante?”.
Aku mengambil posisi bersandar pada pinggiran tempat tidur. Kutekuk pahaku dan kubuka lebar-lebar pahaku. Kedua tanganku memegang vaginaku, jari-jariku menyisir bulu kemaluan. Setelah terlihat jelas kemaluanku yang telah basah dari tadi, kutunjukan klitorisku dengan kedua jari telunjuk.
“Yang itu Riz, jilatin ‘itu’ tante”, pintaku setengah memelas.
“Yang ini tante?”, katanya sambil menyentuh klitorisku.
Sontak aku menggelinjang, sentuhan tangan Fariz pada klitorisku membuat tubuhku seperti melayang.
Dia tampaknya menikmati hal ini.
“Yang ini ya?”, tanyanya lagi sambil mulai memainkan klitorisku.
“Aaaahhhh…ii..iiyyaaa…yang itu. Ka..kha..kamu nakal ya”, kataku mulai terengah-engah.
“Aaaahhhh…oouuuhh….uuuhhhhh….jilatin aja Riz”, kataku tak tahan sambil menurunkan kepalanya kekemaluanku.
“Yang itu Riz, jilatin ‘itu’ tante”, pintaku setengah memelas.
“Yang ini tante?”, katanya sambil menyentuh klitorisku.
Sontak aku menggelinjang, sentuhan tangan Fariz pada klitorisku membuat tubuhku seperti melayang.
Dia tampaknya menikmati hal ini.
“Yang ini ya?”, tanyanya lagi sambil mulai memainkan klitorisku.
“Aaaahhhh…ii..iiyyaaa…yang itu. Ka..kha..kamu nakal ya”, kataku mulai terengah-engah.
“Aaaahhhh…oouuuhh….uuuhhhhh….jilatin aja Riz”, kataku tak tahan sambil menurunkan kepalanya kekemaluanku.
Fariz mulai menjilati vaginaku, mula-mula meras aneh, mungkin karena aroma khas vagina yang telah basah. Akupun makin melebarkan pahaku, sambil tanganku membuka vaginaku agar tampak klitorisku oleh Fariz.
“Jilatin yang ini Riz”, kataku sambil menunjukkan letak klitoris.
Fariz mulai menjilati klitorisku dengan lidahnya. Akupun memegang kepalanya dan menggerakkan kepala Fariz naik turun di atas klitorisku. Gerakan lidah Fariz yang kasar menari diatas klitorisku membuatku hampir mencapai orgasme.
“Jilatin yang ini Riz”, kataku sambil menunjukkan letak klitoris.
Fariz mulai menjilati klitorisku dengan lidahnya. Akupun memegang kepalanya dan menggerakkan kepala Fariz naik turun di atas klitorisku. Gerakan lidah Fariz yang kasar menari diatas klitorisku membuatku hampir mencapai orgasme.
Cepat-cepat kuangkat kepala Fariz dan kutarik badannya kearahku. Dengan tisak sabar kupegang batang kemaluannya yang telah keras kembali, kuarahkan ke vaginaku.
Cllep…bleessshhh…penisnya langsung masuk kedalam vaginaku yang sudah semakin basah.
Cllep…bleessshhh…penisnya langsung masuk kedalam vaginaku yang sudah semakin basah.
“Aaaaahhhh…”, teriakku.
Aku mulai memegang pinggang fariz dan menggerakkannya maju mundur.
Plok..plok..plookk…cloopps…clooppss….suara selangkangan kami beradu ditengah semakin banjirnya cairan vaginaku.
Plok..plok..plookk…cloopps…clooppss….suara selangkangan kami beradu ditengah semakin banjirnya cairan vaginaku.
“Ooooohhh…aaahhhhh…aaahhh…..aaahhh….aaaa..aaaaa….aaaahhhh…terus Riz…eennaaak”, teriakku.
Aku mulai manarik-narik rambutnya, sambil sesekali kuciumi Fariz dengan brutal.
“Hmmmppph..hmmmppp…aahhhh..hmmpphh…ooohhh….ohhh yyeesss..hmmmppphhhh”.
Kakiku kini melingkari pinggang Fariz agar penisnya bisa masuk sedalam-dalamnya kedalam vaginaku. Tubuhnya menempel dengan tubuhku, kamipun bermandikan keringat. Sensasi bersetubuh dengan bocah polos yang masih perjaka ini benar-benar membuatku bernafsu. Tangan Fariz mulai memainkan kembali buah dadaku. Tidak berapa lama aku merubah posisi. Aku berjongkok di atas Fariz. Ku pegang penisnya dan kumasukkan kedalam vaginaku.
Plok..plok..plok..vaginaku berbunyi karena sangat basah.
Plok..plok..plok..vaginaku berbunyi karena sangat basah.
Kugoyangkan badanku maju mundur, penis Fariz melesak penuh kedalamku. Goyangan ini makin menggesek klitorisku.
“Aaahhhhh…ooouuuhhhhh….eenaaaakkkkkk”.
Aku tahu sebentar lagi fariz akan ejakulasi yang kedua, sehingga aku marubah posisiku menjadi “doggy style”. Tubuhku bersandar pada sandaran temapt tidur. Fariz tanpa permisi langsung memasukkan penisnya dengan tidak sabar.
“Ah!” jeritku.
Fariz makin tidak sabaran. Dia terus memompa vaginaku dengan batangnya, batang yang baru sekali ini merasakan nikmatnya dunia. Dia terus menggerakkan tubuhnya maju mundur, makin lama makin cepat, sambil tangannya memegang pinggulku.
“Ah..ah..ah…teerrruuus Riz….terruuusss…..aaaaahhhh”.
“Tan, Faarriizz maau kke…..lluaarr….giimaannaa nihhhh…..aahhhh…ahhh?”.
“Ahhh…aahhh…kkee…ahh…keeluaarinn aja Riz…aahhhhh”.
Plok..plook…clooppss….cloppss….
Akupun mulai bersiap meneriam muntahan sperma fariz didalam vaginaku, akupun mulai mencapai orgasme yang sejak tadi kutahan.
Akupun mulai bersiap meneriam muntahan sperma fariz didalam vaginaku, akupun mulai mencapai orgasme yang sejak tadi kutahan.
“Aahhhhh…tteerrruuussss Rizzzzz…tante ju….Ah!..ga mau keeluuuarrr……aaahhhhh…terusss”.
Fariz terus mempercepat kocokan penisnya di dalam vaginaku.
“aahh…ahhh..AAAAHHHHHHHHH….!!!!”
Fariz memuntahkan seluruh spermanya didalam vaginaku. Kurasakan semprotan kuatnya di dinding vaginaku, seperti dikejutkan oleh sengatan listrik. Vaginaku langsung terasa hangat dan basah oleh cairan spermanya, tapi aku tidak menghentikan goyangannya. Tidak berapa lama….
“Oh…oh…oh…ah..ah..ah..ah..ah..AAAAHHHHHHH!!!!”, akupun berteriak karena orgasme.
Vaginaku makin basah oleh karena cairan kami berdua. Aku tidak membiarkan Fariz melepaskan penisnya dari vaginaku, sambil menggoyang-goyangkan pinggulku.
“Gimana Riz, lebih enak dari yang tadi kan?”, tanyaku.
“He..he..he..iya tan, jauh lebih enak”, jawabnya sambil mengikuti goyangan pinggulku.
“He..he..he..iya tan, jauh lebih enak”, jawabnya sambil mengikuti goyangan pinggulku.
Bersamaan dengan mengecilnya penis Fariz, keluar jugalah cairan spermanya dari dalam vaginaku. Cairan sperma itu langsung menempel pada kami berdua. Aku langsung berbalik dan menghisap cairan sperma yang ada pada penis Fariz.
Sambil merasa kegelian Farisz berkata, “Makasih ya tan, ga rugi nganterin tante”.
“Aku juga ga rugi dianterin kamu”, jawabku singkat lalu kembali mengulum penis Fariz.
Sambil merasa kegelian Farisz berkata, “Makasih ya tan, ga rugi nganterin tante”.
“Aku juga ga rugi dianterin kamu”, jawabku singkat lalu kembali mengulum penis Fariz.
Setelah penis Fariz bersih dari sperma kamipun berbaring terlentang tanpa pakaian.
Tidak ada cerita serupa.
No comments:
Post a Comment